Dari Anak Desa ke Kepala Madrasah: Jejak Tak Terlupakan Dr. Suyanto di MAN 1 Yogyakarta

Di balik senyumnya yang teduh dan sikapnya yang bersahaja, tersimpan perjalanan penuh tekad dan harapan. Dr. Suyanto, S.Ag, M.S.I, M.Pd, yang sejak 2010 mengabdi di MAN 1 Yogyakarta, madrasah yang juga menjadi almamaternya, baru saja dilantik sebagai Kepala MAN 3 Bantul pada 4 Juli 2025. Ini bukan sekadar rotasi jabatan, tapi babak baru dari kisah inspiratif seorang anak desa Jumowo, Boyolali, yang datang ke Yogyakarta nyaris tanpa bekal dan kini menjadi sosok penting dalam pendidikan madrasah.
Saat pertama kali masuk kembali ke MAN 1 Yogyakarta sebagai guru, suasananya begitu akrab. Salah satu guru bahkan berseru, “Pak Pak… ini anaknya kembali lagi ke sini!” Mengajar di tempat di mana ia dulu belajar, dikelilingi oleh guru-guru yang pernah membimbingnya, membuat beliau merasa seperti pulang ke rumah kedua. Setiap sudut madrasah dikenalnya, bukan hanya secara fisik tetapi juga dengan hati.
Selama bertahun-tahun, beliau tak hanya menjalankan peran sebagai pengajar. Ia dipercaya sebagai sekretaris rumpun agama, wali kelas, Wakil Kepala Madrasah bidang Keagamaan di era awal MAN Program Keagamaan (PK), dan sejak 2021 mengemban amanah sebagai Wakil Kepala Madrasah bidang Humas. Tahun 2023, ia diminta mengikuti asesmen calon kepala madrasah oleh Kepala MAN 1 Yogyakarta saat itu, Drs. Wiranto Prasetyahadi, M.Pd, hingga akhirnya dipercaya untuk memimpin MAN 3 Bantul.
Perpisahan dari MAN 1 Yogyakarta bukan tanpa haru. Ucapan dari para siswa Alnesa, yang diwakili ketua OSIS, begitu menyentuh hingga beliau menahan tangis. “Saya doakan semoga anak-anak Alnesa sukses semuanya,” ucapnya lirih namun penuh doa. Tak hanya itu, pengalaman menjadi moderator kunjungan pejabat ke MAN 1 Yogyakarta juga menjadi bagian tak terlupakan dari kiprahnya.
Masa remajanya diwarnai perjuangan. Dengan diantar menggunakan sepeda oleh guru MTs hingga ke Klaten, lalu naik bis menuju Yogyakarta, beliau mendaftar di MAN 1 Yogyakarta dan diterima. Di sinilah pintu masa depan terbuka. Melihat teman-temannya kuliah, ia pun terpacu dan mendapat beasiswa lewat pesantren UII. Cita-cita masa mudanya, “Ya Allah, ijinkan saya sekolah setinggi-tingginya,” akhirnya terwujud.
“Saya percaya MAN 1 Yogyakarta akan semakin tumbuh menjadi madrasah yang membawa kemaslahatan besar. Rancangannya untuk menjadi madrasah berkelas internasional sudah di ambang mata, semoga bisa segera diwujudkan.” Ia menekankan bahwa input luar biasa dari peserta didik, serta dedikasi para guru, merupakan aset langka yang tak semua madrasah miliki.
Dalam dunia pendidikan yang terus berubah, kisah Dr. Suyanto menjadi pengingat bahwa madrasah bukan hanya tempat belajar, melainkan tempat tumbuh dan menemukan arah hidup. Dari sepeda kayuh di desa kecil menuju ruang pemimpin madrasah, beliau telah menapaki jejak yang tak hanya menyentuh, tapi juga menginspirasi generasi penerusnya. (dee)