Berita

KUA Ngampilan Ikuti Pelatihan Tiga Pendekatan Penanganan Konflik

Jakarta Pusat – 14 Agustus 2025
Suasana *Hotel Orchardz Industri* di Jakarta Pusat pagi itu dipenuhi para pelaku lapangan yang sehari-hari berhadapan dengan isu kerukunan umat beragama. Salah satunya adalah *Reza Bakhtiar, Aktor Resolusi Konflik (ARK) sekaligus Penyuluh Agama dari KUA Ngampilan, Yogyakarta. Ia bersama peserta lain mengikuti pelatihan teknis implementasi *Early Warning System (EWS) pada KUA untuk manajemen tingkat kabupaten/kota.

Kegiatan ini diinisiasi oleh *Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama RI* melalui *Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah, dengan intervensi **Sub Direktorat Bina Paham Keagamaan Islam Penanganan Konflik Keagamaan* serta *Sub Direktorat Kelembagaan KUA*.

Salah satu materi penting yang disampaikan adalah *“Tiga Pendekatan Penanganan Konflik: Kekuatan, Hak, dan Kepentingan”* oleh Ihsan Ali-Fauzi dari Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Paramadina. Ihsan menekankan bahwa konflik tidak selalu negatif; yang terpenting adalah bagaimana mengelolanya agar tidak berkembang menjadi kekerasan.

Tiga pendekatan tersebut meliputi:

1. *Pendekatan Kekuatan* – mengandalkan dominasi atau kekuasaan.
2. *Pendekatan Hak* – berpegang pada aturan hukum atau norma yang berlaku.
3. *Pendekatan Kepentingan* – berfokus pada kebutuhan semua pihak melalui dialog, negosiasi, dan mediasi.

Pendekatan kepentingan dinilai paling efektif untuk menciptakan kesepakatan yang berkelanjutan, meskipun memerlukan waktu, empati, dan kemauan semua pihak untuk saling memahami. Mediasi, dalam hal ini, bukan hanya pertemuan formal, tetapi proses kreatif yang menghormati hukum, membangun kepercayaan, dan menemukan titik temu yang saling menguntungkan.

Bagi Reza Bakhtiar, pelatihan ini menjadi bekal penting untuk memperkuat peran sebagai penyuluh sekaligus mediator. “Kami tidak hanya berdiri di mimbar untuk menyampaikan dakwah, tetapi juga hadir di lapangan untuk memastikan harmoni dan keadilan tetap terjaga,” ujarnya.

Dengan pembekalan ini, KUA diharapkan mampu menjadi pusat layanan keagamaan yang adaptif dan responsif, sementara para Penyuluh Agama dan ARK menjadi garda terdepan dalam menjaga kerukunan di tengah keberagaman masyarakat pada tingkat kabupaten/kota.